Masih Buramnya Wajah Pasar Modal

Wajah Menteri Negara (Menneg) BUMN Sugiharto tampak keruh ketika ditemui wartawan pada pekan kedua Januari lalu. Ia tahu persis jenis pertanyaan apa yang berada di benak para wartawan, dan bakal dilontarkan kepada dirinya. Ya, anjloknya harga saham PT Perusahaan Gas Negara Tbk (Persero) memang menjadi isu utama di media massa saat itu. Dan Menneg BUMN mewakili pemerintah selaku pemegang saham, amat dirugikan oleh rontoknya harga saham perusahaan yang dilantai bursa berkode PGAS tersebut.Jelas merugi, selain harga saham  PGN yang anjlok hingga 23,32% dalam waktu singkat,  sejumlah saham BUMN lainnya ikut merasakan imbas pahit penurunan harga saham. Sebut saja saham PT Telkom, Bank Mandiri, BNI, atau PT Aneka Tambang. “Saya   shock melihat harga saham PGN yang jatuh dan berimbas pada pada saham BUMN lainnya. Saya serta merta melakukan langkah antisipasi melalui mekanisme yang ada, yang baku. Kami meminta PGN menegakkan capital market protocol, dan membuat konfirmasi,” tegas Sugiharto. Sementara itu disampaikan Sekretaris Menneg BUMN Muhammad  Said Didu, pemerintah mengalami kerugian sekitar Rp 22 triliun akibat penurunan saham PGN tersebut. Di luar itu, pemerintah sempat ketar ketir dengan rencana penerbitan saham perdana (initial public offering) sejumlah perusahaan pelat merah yang sudah dijadwalkan tahun ini, bakal terganggu akibat sentimen buruk pasar.Dalam kesempatan pertemuan dengan para wartawan dalam acara Garthering di Kebun Gunung Mas PTPN VIII, Puncak, Bogor,  Menneg BUMN Sugiharto mengatakan bahwa PGN telah  lalai dalam memberikan informasi yang akurat, sehingga saham BUMN lainnya yang ikut tercatat di bursa saham ikut jatuh. “Seperti diketahui, 10 saham terbesar di bursa efek kan sebagian besar adalah BUMN. Maka penurunan saham BUMN juga amat berdampak pada pergerakan indeks di Bursa Efek Jakarta (BEJ). Jika informasi yang diberikan baik dan akurat, maka pergerakan saham-saham BUMN juga ikut baik,” tuturnya.Dalam kesempatan tersebut ia  mengimbau kepada BUMN-BUMN besar untuk memberikan berita yang proporsional dan fair.  Disseminasi informasi juga harus dilakukan secara tepat waktu, dan  mengikuti aturan di pasar modal.  Penurunan saham PGN yang berbuntut ikut anjloknya saham-saham BUMN di bursa efek bermula pada kabar terlambatnya proyek pemipaan perseroan dari Sumatera Selatan hingga Jawa Barat (South Sumatera-West Java/SSWJ) sepanjang 400 km, yang antara lain memang mengalami kendala pembebasan lahan. Dirut PGN Sutikno dalam paparan publiknya mengatakan, kendala dialami pada pembebasan lahan  di jalur Grissik – Pagardewa sepanjang 196 km, namun hanya  sepanjang 1,8 km (0,4%)  saja yang masih terkendala pembebasan lahan. Kondisi cuaca yang tidak menentu menurut Sutikno juga ikut mengkontribusikan keterlambatan pemasangan pipa.  Kemarau berkepanjangan katanya, mempersulit pemasangan di rawa-rawa dengan sistem push pull dan dilakukannya tes hidrostatis. Hidrotes, lanjutnya, terkendala oleh adanya banjir di sejumlah jalur sehingga mengganggu mobilitas.Sutikno membantah manajemen telah menyembunyikan fakta-fakta keterlambatan proyek. Ia menegaskan informasi tersebut baru disampaikan karena semata-mata pihaknya baru mengetahui kondisi yang sebenarnya setelah dilakukan evaluasi proyek secara rinci.Sebelumnya Sesmenneg BUMN M Said Didu juga menegaskan bahwa keterlambatan proyek ini tidak akan berimbas pada kinerja keuangan perusahaan pada tahun 2006. “Kontrak tahun ini pengiriman gas kan sebesar 550 juta kaki kubik. Sementara kapasitas daya angkut PGN bisa mencapai 780 juta kaki kubik. Jadi tidak ada yang dirugikan dalam pengiriman gas tahun ini,” ujar Said Didu, yang sempat menghukum direksi PGN untuk tidak meninggalkan kantor pada Sabtu  13 Januari lalu, untuk menyiapkan paparan publik pada hari berikutnya, demi mengantisipasi pergerakan harga lebih jauh lagi pada pembukaan pasar pekan berikutnya. Terlepas dari sanggahan manajemen PGN dan kantor kementerian BUMN, kenyataannya PGN harus membayar denda sebesar 1,8 juta dolar AS  pada Pertamina. Pasalnya Pertamina dan PGN telah  meneken perjanjian take or pay, dimana keterlambatan proyek yang bisa berakibat pada keterlambatan pasokan gas dari Pertamina harus dikompensasikan dalam bentuk denda sebesar 15 ribu dolar AS per hari. Denda itu dihitung  selama empat bulan dari November 2006 hingga Februari 2007, hingga mencapai angka sebesar 1,8 juta dolar. Sutikno dalam penjelasannya mengatakan denda tersebut tak bakal mengganggu performa finansial PGN.Belakangan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam LK) menyebutkan bahwa PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) kemungkinan besar harus membayar denda Rp 500 juta. Disampaikan Kepala Biro Perundang-undangan dan Biro Hukum Bapepam LK, Robinson Simbolon awal Januari lalu (2/2), PGN telah terbukti melakukan pelanggaran administratif  atas aturan tentang keterbukaan informasi. “Yang baru terbukti adalah pelanggaran administratif. Sanksinya bisa denda atau peringatan tertulis. Tapi  sepertinya (akan dikenakan) denda,” katanya.Bapepam LK menyatakan sudah memperoleh cukup bukti bahwa PGN melakukan pelanggaran terhadap peraturan Nomor X.K.1 Tentang Keterbukaan Informasi yang harus segera diumumkan kepada publik. Bapepam telah mengkaji dokumen yang dikumpulkan dari beberapa pihak, termasuk memeriksa direksi PGN, akuntan publik PGN, dan koordinator pelaksana proyek dan manajer proyek komersialisasi pipanisasi South Sumatera – West Java (SSWJ).Kasus pelanggaran keterbukaan informasi oleh PGN di pasar modal ini seperti mengingatkan banyaknya  persoalan di pasar modal domestik. Tentu masih tercatat dalam ingatan para investor tentang kasus laporan keuangan ganda Bank Lippo pada triwulan tiga 2002.  Alasan pihak Lippo dalam hal itu adalah adanya kemorosotan nilai aset yang diambil alih (AYDA) dari Rp 2,39 triliun menjadi Rp 1,4 triliun.  Akibatnya dana rekap dari Pemerintah yang notabene merupakan milik masyarakat sebesar Rp 6 triliun menjadi susut drastis tinggal Rp 600 miliar.Atau keterlambatan pengumuman laporan keuangan PT Telkom Tbk dan PT Semen Gresik Tbk beberapa tahun lalu. Bahkan baru-baru ini mengemuka kasus reverse take over PT Indofood Sukses Makmur. Dalam transaksi itu Indofood melalui anak perusahaan yaitu PT Salim Ivomas Pratama (SIMP) melakukan pembelian saham PT Mega Citra Perdana (MCP), PT Mentari Subur Abadi (MSA) dan PT Swadaya Bhakti Negaramas (SBN).  Bapepam harus tegasTerkait kerap terjadinya keterlambatan penyampaian laporan keuangan dan kinerja, pengamat hukum pasar modal Indra Safitri sempat mengatakan bahwa otoritas pasar modal tidak boleh tebang pilih dalam menerapkan aturan, sehingga ada kepastian hukum serta menciptakan pasar yang teratur.Sementara anggota Komisi XI DPR RI Ramson Siagian mendesak agar Bapepam LK serius menyelidiki setiap pelanggaran di apsar modal, termasuk kasus anjloknya harga saham PGN. Bahkan anggota fraksi PDI Perjuangan ini menyatakan Bapepam LK ikut bertanggung jawab.Menurutnya seharusnya Bapepam-LK sudah mengetahui pada saat manajemen PGN membuat iklan di koran mengenai prospektus perusahaan yang bergerak dibidang pipanisasi gas itu. Sesuai dengan UU No 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, salah satu pasalnya  menyebutkan bahwa Ketua Bapepam-LK bisa mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk mengatasi akibat yang timbul dari iklan atau promosi suatu perusahaan terbuka. “Tetapi Bapepam tidak melakukan itu,” ujarnya.  (Dipublikasikan Maret 2007) 

Leave a comment