Germinal

Gila.. Bukan karena harus melahap bacaan setebal hampir 800 halaman ini dalam beberapa hari. Namun memang Zola berhasil menggambarkan kegilaan, kerakusan, kebuasan, hingga kemiskinan secara gamblang dalam Germinal.

Sebuah kisah kehidupan masyarakat marginal sejumlah pertambangan di Montsou, Perancis di paruh akhir 1800-an, Zola begitu detil melukiskan kerasnya kehidupan para pekerja tambang yang memusnahkan batas gender, kegetiran akibat kemiskinan yang melingkupi para pekerja tambang, rasa haus mereka terhadap keadilan kendati hanya sebentuk keinginan mendapatkan sepotong roti.

Punggung dan dada yang berlukiskan tato alami akibat gesekan dengan bongkahan batu bara dalam liang yang hanya seukuran tubuh manusia dewasa, keram pada otot perut akibat menahan lapar hingga berhari-hari di tengah musim dingin, hingga lengketnya lumpur di jalur pengiriman batubara di kedalaman lebih dari 700 meter.

Membaca Germinal seperti menyeret pembaca ikut merasa betapa ketidakadilan menguar begitu kuat di sendi kehidupan para petambang Le Veroux. Memahami betapa sebuah aksi penggullingan kelas menjadi sebuah utopia yang begitu mengakar di setiap benak para pekerja.

Maka, bergeraklah para pekerja menghancurkan tambang-tambang yang selama ini menjadi denyut jantung anak-anak mereka, isteri mereka hingga orang tua mereka yang paru-parunya telah habis digerogoti abu batubara yang dihirup berdekade lamanya.

Membaca Germinal seperti mendapatkan goresan tinta Orwell pada Animal Farm, ketika pergerakan menggulingkan kelas borjuis sebenarnya diselipi oleh rasa betapa besarnya keinginan untuk menjadi seorang borjuis itu sendiri. Atau bahkan seperti membuka halaman-halaman Dr Zhivago dari Boris Pasternak tentang perjuangan kaum buruh yang memimpikan negara tanpa kelas.

Membaca Germinal seperti kembali membuka goresan tinta Solzhenitsyn dalam Gulag, tentang kematian yang begitu dekat pada para pekerja paksa di Siberia.

Namun membaca Germinal juga seperti membuka keindahan Dataran Tortilla yang dideskripsikan Steinbeck, tentang kanal, tentang dataran yang tertutup salju, serta musim semi yang memabukkan dan menguarkan aroma berahi para pekerja.

Maka tak salah jika Germinal digambarkan sebagai pencapaian puncak Emile Zola dalam kesusastraan klasik. Semua drama digambarkan begitu manusiawi, dengan segala sisi kemanusiaannya.

Etienne yang menggerakkan para buruh tambang untuk keadilan, namun begitu menyesal dengan kehancuran serta kematian yang diakibatkannya.

Maheu yang begitu lugu namun di satu sisi menjadi begitu buas di hadapan para tentara, atau bahkan tokoh Chaval yang begitu ingin menguasai Chaterine hanya karena tak ingin wanita kurus yang bahkan belum mendapatkan menstruasinya itu akan jatuh ke pelukan Etienne.

Ada Souvarine, bekas aktivis anarkis dari Rusia yang perannya sangat dinantikan pada saat para buruh menggeruduk pertambangan, justru memilih untuk tetap masuk kerja mengeruk batubara, atau malah duduk menghaiskan rokoknya sambil mengelus-elus kelinci gemuk milik Rasseneur si pemilik bar.

Tak kalah menarik dengan Jeanlin, bajingan kecil yang berhasil membentuk geng cilik pencuri toko yang tak akan mampu dibayangkan sebelumnya tindakan sadis dan brutal apa yang mampu ia lakukan di belakang hari.

Belum lagi drama perebutan pengaruh dan wanita di saat-saat ketika maut begitu dekat dengan kerongkongan mereka.

Maka, bacalah.

Di sebuah ruang, 11 Juli 2017